SURABAYA – Problem klasik pembuatan sertifikat tanah masih terjadi. Keluhan itu, antara lain, proses yang panjang, biaya yang mahal, dan tenaga pengukuran yang terbatas. Akibatnya, hingga kini, belum semua lahan di Indonesia bersertifikat.
Misalnya, di Surabaya. Jumlah lahan di empat kecamatan Surabaya Timur, yaitu Rungkut, Sukolilo, Tambaksari, dan Gununganyar, mencapai 73.519 bidang. Namun, baru 44.346 bidang yang bersertifikat. Artinya, masih ada 29.173 atau sekitar 40 persen yang belum terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Nah, kemarin (15/11) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengadakan workshop Tata Kelola Pertanahan sebagai Strategi Mencapai Sustainable Development Goals (SDG’s) di Gedung Robotika. Dalam workshop tersebut, hadir Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim ITS Lalu Muhamad Jaelani, Rektor ITS Prof Joni Hermana, dan President Federation Internationale des Geometres yang juga penemu Fit for Purpose Land Administration Prof Stig Enemark.
Lalu yang juga ketua panitia workshop menyatakan, pemerintah pusat menargetkan penyertifikatan 5 juta bidang lahan pada 2017. Tujuannya, seluruh tanah di Indonesia bersertifikat pada 2025. ”Targetnya, 55 juta persil tanah sudah bersertifikat pada 2025,” katanya.
Menurut dia, target tersebut sulit terlaksana bila melihat jumlah tenaga surveyor berlisensi yang dimiliki BPN saat ini. Yakni, sekitar 150 personel. Dengan jumlah itu, BPN baru bisa menyelesaikan sertifikat tanah maksimal 1–1,5 juta bidang per tahun. (rst/c18/oni)
Sumber: Jawa Pos